Friday, June 27, 2014

Permulaan



Permulaan

            Semuanya gelap. Aku bisa merasakan nyeri pada kepalaku. Aku berusaha membuka mataku. Perlahan-lahan pengelihatanku mulai stabil. Aku berusaha mengingat sesuatu, namun aku tidak dapat mengingat apapun dalam benakku. Semakin aku berusaha mengingat, semakin nyeri rasa sakit yang berada di dalam pikiranku.
Aku berada di kota, tepatnya berada di tengah-tengah hutan. Aku dapat melihat banyak orang berbaju merah sedang mengerjakan, tepatnya mengkonstruksi bangunan. 
Kulihat di sisi barat, terdapat penggali tambang otomatis yang sedang mencari dan mengumpulkan emas untuk diletakan di pusat kota. Sedangkan disisi timur, aku dapat melihat suatu bangunan transparan yang berisikan cairan ungu. Anehnya, aku bisa merasakan sesuatu kekuatan yang aneh pada carian tersebut.
“Graah!” Tiba-tiba kudengar suatu suara. Dari kiri dan kanan kulihat bannyak sekali orang-orang yang bersenjatakan pedang. Kurasa mereka tidak terlihat bersahabat dengan hanya memakai celana berbahan kain cokelat, dan berkumis kuning tebal. Mereka menerjangku dengan cepat, aku sudah berpikir akan pasrah pada saat itu...
“DUAR!” Betapa kagetnya aku ketika aku menyadari bahwa ada meriam di sebelahku yang menembakkan peluru besarnya ke arah pasukan barbar tersebut. Ketika peluru tersebut mengenai mereka, kulihat cairan ungu bercucuran dari tubuh mereka, dan mereka mati seketika. Aku benar-benar tidak mengerti di dunia manakah sekarang aku berada.
Pada akhirnya semua pasukan barbar yang tadi tiba-tiba menyerangku sudah berubah menjadi carian ungu, seperti sihir.
Aku merasa penasaran dengan cannon (meriam) yang tadi membantuku menolong melawan para barbarian (pasukan barbar) tersebut. Kusentuh dia, dan kulihat ada suatu tombol dibalik meriam tersebut. Langsung saja kupencet tombolnya dan ada pilihan yes atau no. Kupencet yes. Dalam seketika, kulihat penampung emas di sebelah baratku menyalurkan emasnya ke arah cannon tersebut bagaikan magnet, kemudian salah satu dari para pekerja menghampiriku tanpa berbicara. Ternyata dia bukan menghampiriku, melainkan menghampiri cannon di sebelahku dan mengeluarkan palu di dalam alat-alat bangunannya. Ya, dia mengkonstruksi cannon itu.
Beberapa menit kemudian terdengar suara genderang perang. Ternyata lebih banyak pasukan barbarian datang kembali mengepungku, kali ini dibantu oleh banyak wanita pemanah yang berambut cherry blossom. Aku menoleh kearah cannon di sebelahku, dan mukaku menjadi pucat ketika cannon tersebut tidak bereaksi terhadap musuh yang mengepungku. Aku sangat panik, ketika kemudian datang suara letusan dari utara, kulihat seseorang. Dia terlihat  seperti.. manusia, sama sepertiku. Berbeda dengan barbarian dan archer (pemanah wanita), dia memiliki ekspresi.
“Tahan posisimu. Mengapa kamu meng-upgrad­e cannon-mu di saat seperti ini?” katanya.
Aku tidak mengerti sepatah katapun yang diucapkan darinya. Yang membuatku heran, dia juga membawa banyak pasukan barbar dibelakangnya. Kulihat pasukan barbar miliknya dan pasukan barbar yang tadi menyerangku saling berpandang. Kemudian kulihat dari pihak orang tersebut, ada sepasukan bapak-bapak yang berjubah biru. Kutebak mereka pasti bukan manusia, karena ekspresi mereka datar. Mereka seperti penyihir melontarkan bola api dari energi yang diciptakan oleh tangannya.
“Keren banget,” kataku.
“Mereka adalah Wizard, salah satu dari pasukan elite. Mereka tidak dapat dipandang remeh oleh musuh kita.”
“Ngomong-Ngomong, siapa kamu?” tanyaku padanya. “Kenapa kamu menolongku, dan siapa yang menyerangku itu?”
“Namaku Zefry. Aku tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang. Kau harus membantuku!” katanya.
“Membantu bagaimana?” Tanyaku bingung.
“Buatlah pasukan di api unggun (army camp)! Kau tingal Menekan tombolnya!” Katanya.
Maka kutekan tombol tersebut. Kemudian dari sisi timur kulihat cairan ungu yang baru kusadari mirip dengan ‘darah’ para barbarian yang sedang menyerangku ini. Carian ungu tersebut kemudian membentuk seperti tubuh barbarian dan warna kulitnya berubah menyerupai manusia dengan celana bahan kain cokelat dan brewok kuningnya yang tebal.
“Ini adalah dunia ajaib,” Pikirku. Tidak sesuatu yang otomatis yang dapat membuat suatu kehidupan baru yang dapat dijadikan sebagai pasukan.
Pada akhirnya kulihat 20 barbarian telah berkumpul di army camp milikku.
“SERANG!!” Sahutku, dan semua barbarian milikku memasuki medan perang, membantu pasukan Zefry menghabisi barbarian dan archer lawan.
Kulihat cannonku sudah mulai berfungsi dan menembakkan peluru ke arah musuh. Peluru yang ditembakkan bertambah kuat, karena hanya perlu lebih sedikit tembakan dari sebelumnya untuk membuat para barbarian musuh menjadi cairan ungu.
“Sepertinya cannonmu sudah selesai di-upgrade, huh?” Kata Zefry.
“Menurutku begitu,” Jawabku percaya diri. Aku sudah mulai mengerti sedikit demi sedikit mengenai cara kerja alat-alat di dunia ajaib ini. Beberapa saat kemudian, semua pasukan musuh yang tadi menyerangku sudah tewas membentuk genangan ungu  di dekat kota.
“Terimakasih, Zefry. Namun, sepertinya kau berhutang penjelasan padaku,” Kataku.
“Oh ya,” jawabnya. “Sepertinya kau pendatang baru ya?”
“Maksudmu?”
“Sama sepertimu, pada awalnya aku juga hilang ingatan dan mulai dari nol.”
“Jadi kau kehilangan ingatan juga pada awalnya, begitu maksudmu?” tanyaku lagi.
“Iya betul,” jawab Zefry. “Kamu diserang oleh orang lain. Tapi tenang saja, nyawamu tidak akan terancam selama kamu memiliki pasukan dan pertahanan yang cukup untuk melindungimu.”
“Lalu apa maksudnya dengan gold mine, cannon,  dan perlengkapan aneh lainnya?” Tanyaku penasaran.
“ Oh begini, “ Zefry mulai menjelaskan sesuatu. “Jadi kita semua disini pasti diberikan satu village, dimana Town Hall,  yang merupakan jantung village-mu mengoperasikan bangunan-bangunan lainnya. Segala yang disini dibuat oleh besi, kayu, dan bahan mineral lainnya. Namun yang menghidupkan mereka adalah elixir.”
“elixir? Maksudmu cairan ungu itu?”
“tepat sekali,” Jawabnya dengan puas. “Dengan elixir, kamu bisa membuat pasukan dari barrack. Namun mengenai cannon yang dapat menyerang musuh, serta membedakan kawan maupun lawan, aku juga tidak tahu cara kerjanya. Yang jelas kita hidup disini untuk bertahan lama. Tidak ada satupun dari manusia yang terjebak dalam dunia elixir ini yang mengetahui tujuan mereka selain untuk bertahan hidup dan mati. Oleh karena itu, kita harus menentukan sejak dini untuk apa kita hidup disini dan langkah apa yang akan kita lakukan.”
Aku termenung, mencoba untuk mencerna penjelasan dari Zefry.
“Tidak apa-apa. Aku pun sampai sekarang belum bisa menemukan jawabanya. Tetapi seenggaknya beritahu dulu namamu. Kita sudah berbincang-bincang sepanjang ini masa kamu gak kasih tau namamu sih?”
Aku terdiam bingung. Aku bahkan tidak tahu namaku.
“Oh aku lupa. Kau kan pendatang baru. Tidak ada satupun pendatang yang bisa mengingat namanya sendiri. Kau harus membuat nama sendiri.” Kata Zefry
“Sebentar dulu, aku sedang berusaha untuk memikirkan nama yang tepat untukku.”
“Hahahaha. Gak usah formal gitu dong. Kita kan udah deket sekarang. Oya. Ngomong-ngomong, kamu mau join clanku ga? membernya baru 4 orang sih. Kalau kamu ikut jadi 5”
Clan?” Aku bertanya kepada Zefry.
“Iya,” jawabnya. “Disini orang ga bisa bertahan hidup sendirian. Mereka harus bikin clan atau join clan yang udah ada. Kalo enggak, pasti mati.”
Aku tersentak mendengar kata ‘mati.’ Aku tidak mau mati. Aku harus bertahan hidup sampai menemukan tujuan hidupku. “Baiklah Zefry, count me in.
“Oke. Jadi siapa lu?” Tanyanya.
“Groovy280.. Nama gua groovy280..” Jawabku dengan nama yang kupilih asal.
“Groovy280, welcome to the family of Indonesia Clan.” Sambutnya.

No comments:

Post a Comment